Senin, 07 Oktober 2019

Kebijakan impor tanpa logika?

Sepanjang 2018 – 2019 ada beberapa kali perubahan kebijakan impor bidang produk-produk pertanian, bukanlah masalah besar bila pemerintahan sebuah negara merevisi kebijakan impor mereka dengan tujuan peningkatan kesejahteraan penduduk terutama para petaninya. Tapi sangat berbeda dengan revisi kebijakan impor di Indonesia dimana kecenderungan revisi atudan perdagangan dan invor cenderung untuk menguntungkan investor tanpa memperhatikan kesejahteraan petani.

Sebut saja aturan impor daging ayam dan sapi baru-baru ini, dinama pemerintah membuka keran impor seluas-luasnya dari negara brazil. Menjadi pertanyaan, apakah saat ini kita kekurangan stok daging ayam lokal? Tidak, kita malah kelebihan produksi daging ayam, dimana pada bulan februari – april tahun ini sempat terjadi penurunan harga daging ayam yang sangat drastis di beberapa provinsi di tanah air khusunya di Jawa Tengah.

Bahkan akibat penurunan harga ayam ini, masyarakat peternak ayam sempat membagi-bagikan ayam potong boriler secara gratis di jalanan. Kebijakan impor yang mengherankan bukan? sekali lagi negara ini memang sangat diarahkan agar tetap menjadi negara konsumen terbesar di dunia, tempat pembuangan produk-produk sampah, yang mana di negara asalnya produk-produk impor tersebut sebenarnya adalah produk afkiran.

Petani selalu menjadi primadona saat masa kampanye berlangsung, yah sekitar 3 bulanan gitu selebihnya petani hanyalah jadi bahan perasan para pengusaha bidang hulu dan hilir pertanian, baik itu harga pupuk dan pestisida yang dinaikkan, hingga permainan harga jual hasil-hasil pertanian oleh mafia yang umumnya dari pengusaha juga. Bangsat bukan, memang begitu.. bangsat tetaplah bangsat.. pemerintah sama halnya dengan ibu tiri yang menaungi anak-anak hasil hubungan gelap. Bajingan kalian semua para kaum 1%.

Bagaimana tani sukses bisa terjapai, bila kebijakan impor masih mencekik petani peternak? bagaimana mereka bisa eksis bila harga jual hasil-hasil pertanian masih menjadi ATM berjalan para penguasa dan mafia? bajingan bukan?

Selama itu semua tetap terpelihara dengan baik di negara tercinta ini maka selama itupula pertanian kita akan jauh dari negara maju, jangankan dari negara maju, dari negara-negara berkembang saja pertanian kita kalah jauh, padahal kita ada dilintang khatulistiwa dimana matahari bersinar sepanjang tahun.

BPJS naik 100% Otakmu kemana?

Pagi-pagi udah disodori dengan TL twitter berita tentang kenaikan iuran BPJS kesehatan hingga 100 % di awal Januari 2020 nanti. Kesal? tentu saja ia… betapa mereka yang sedang duduk diatas menganggap sepele masalah kenaikan iuran ini, mereka pikir cari uang itu gampang apa?

sampai-sampai ada statement bahwa kenaikan iuran BPJS hanya Rp. 5000/ hari. Coba anda pikirkan, apakah mudah mencari uang Rp. 5000 perhari, saat kondisi bisnis seperti saat ini. Apakah jalan dari sabang samapai marauke anda akan ketemu uang Rp. 5000 di jalan? Otakmu kemana?

Saya bukanlah penggiat politik, ataupun pengamat. Urusan kenaikan iuran yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah melalui amanat undang-undang dengan prosedur legal seharusnya, maka pemerintah tidak layak menerapkan kenaikan sedemikian rupa. Tarif BPJS seharusnya secara berangsur menjadi lebih murah, hingga di suatu masa nanti menjadi gratis seperti di negara-negara maju dimana biaya kesehatan (berobat ke rumah sakit) gratis.

Kapan lagi kita berfikir akan maju, bila biaya jaminan sosial seperti ini saja sudah masuk dalam perencanaan untuk dinaikkan secara bertahap. Pikiran pejabat pemerintah sangatlah jauh dari cita-cita kemerdekaan itu dimana rakyat “adil dan makmur”, sableng bukan? ia, negri ini memang negri paling gila menjadi korban ekonomi global. Kita secara tidak sadar telah diarahkan sebagai negara konsumen terbesar di Dunia.

Anda tau, China dan India adalah negara sedang berkembang yang termasuk memiliki penduduk paling besar di Dunia? mereka bukanlah target pasar global, mengapa? karena sebagai negara berpenduduk besar mereka juga termasuk negara produsen barang/jasa yang dikonsumsi penduduknya dan kelebihannya dimanfaatkan untuk devisa melalui kegiatan ekspor.

Kapan kita bisa seperti Jepang/ USA yang  sama-sama penyandang predikat penduduk terbesar di dunia? dinyata kita tak mampu menyamai India atau China. Itu hanya angan-angan kosong belaka, jangan terlalu berbangga menjadi warga negara Indonesia dikala kita masih sangat bodohnya mengkonsumsi sampah negara lain.

salam dari saya, secangkir kopi pait di bawah meja.